Langkah Langkah Metodologis Dalam Penerapan Hukum

oleh -1087 Dilihat
Langkah langkah metodologis penerapan hukum
Langkah langkah metodologis dalam penerapan hukum

Web portal pendidikan – Selamat malam, kali ini kita akan menjelaskan bagaimana hukum dan langkah langkah metodologis dalam penerapannya. Penerapan hukum harus sesuai dengan prosedurnya, jika tidak diterapkan dengan baik maka akan terjadinya kesenjangan di antara aturan aturan yang dibuat. Nah, untuk itu bagaimana langkah langkah metodologisnya? Yuk simak artikel berikut ini.

Hukum dan Langkah Langkah Metodologis : Penerapan Hukum

Pekerjaan pekerjaan hukum pada dasarnya berkisar pada penyelesaian problem dan pengambilan keputusan. Dapatlah dibayangkan, bahwa prosedur prosedur yang harus dilalui dalam proses seperti itu tidak bisa menutup diri terhadap sorotan metodologi ilmu.

Dalam membicarakan masalah sebagaimana disebutkan diatas, kita akan membaginya ke dalam dua pokok, yaitu : (1) penerapan dan (2) pembuatannya.

Penerapan hukum pada dasarnya melibatkan proses argumentasi yang ketat yang mendekati deduksi yang dilakukan oleh seorang ahli matematik. Pendapat ini dipertahankan oleh suatu sisi para ahli yang beranggapan, bahwa hukum itu adalah ilmu mantik yang menonjol.

Pada sisi yang lain terdapat para ahli yang berpendapat, bahwa metode mantik hanyalah menempati kedudukan yang kedua saja. Oleh karena hukum itu berkepentingan dengan pembuatan keputusan yang adil dan dikehendaki oleh masyarakat, bukannya pengolahan dengan ketajaman logika.

Oleh karena itu seorang hakim atau ahli hukum yang berpraktek lebih dikehendaki bertindak sebagai negarawan atau administrator daripada seorang mantik atau matematikus.

Proses penerapan yang biasanya dikaitkan pada deduksi logis ini adalah yang mengikuti pola sederhana dari silogisme Aristotelian :

  • Semua manusia akan mati
  • Badu adalah manusia
  • Badu akan mati

Penerapan Silogistis

Penerapan silogistis dalam hukum adalah satu tipe penalaran dengan cara memasukan suatu kejadian nyata ke dalam suatu peraturan yang umum atau suatu prinsip untuk kemudian dinilai. Apakah penempatan kejadian tersebut ke dalam jangkauan peraturan bisa diterima ataukah tidak.

Jawaban tersebut menentukan dapat atau tidaknya suatu peraturan hukum diterapkan terhadap suatu kejadian tertentu.

Kritik kritik cukup banyak dialamatkan kepada penalaran silogistis demikian itu. Alasan yang banyak dikemukakan terutama berkisar pada tidak adanya jaminan, bahwa peraturannya cukup jelas, atau kejadiannya cukup diketahui seluk beluknya.

Hanya pada situasi yang serba jelas demikian itulah silogisme itu bisa diterima, setidak tidaknya tidak menimbulkan keraguan yang terlampau besar. Sayangnya situasi yang demikian itu lebih sering merupakan kekecualian daripada yang umum terjadi.

Seperti dikatakan Scholten, bahwa bagi si pencari keadilan, hukum itu masih harus dibentuk dan bahwa hal itu tidak selalu bisa ditemukan dalam keadaan siap dalam undang undang (Scholten, 1954 : 8).

Hukum tidak menuntut adanya suatu kepastian yang absolut tentang kebenaran suatu keputusan. Sekalipun pengadilan itu memang harus memutuskan secara benar. Penting pula untuk dipahami, bahwa pengadilan itu memberikan keputusan atas permintaan para pihak dan berdasarkan bukti bukti yang diajukan oleh para pihak pula.

Bagaimanapun keputusan haruslah diambil. Dalam konteks demikian itu, menuntut agar dapat dicapai kepastian atau bahkan yang mendekati kepastian saja. Hukum, dengan demikian melakukan kompromi.

Baik juga untuk memperhatikan jenis kepastian yang dikehendaki oleh hukum itu. Dalam perkara perkara perdata, fakta fakta harus ditentukan atas dasar “mana yang lebih mendekati”.

Di sini tampak bahwa penentuan itu dilakukan secara subjektif dan tidak ilmiah. Sang pemeriksa akan menanyakan kepada dirinya sendiri, mana antara dalil dalil yang dikemukakan oleh para pihak dan yang saling bertentangan itu. Menurut pengalamannya terbatas, lebih sesuai sebagai bukti.

Apakah Hukum Menuntut Fakta Yang Dikemukakan Didalam Pengadilan ?

Hukum tampak bersedia membiarkan adanya ketidak konsistensian. Hukum tidak menuntut agar fakta yang diadili itu juga diketemukan dengan cara yang sama pada pengadilan yang lain.

Perbedaan yang paling menyolok antara problem yang dihadapi oleh hukum dan disiplin disiplin ilmu dalam menentukan fakta fakta sejarah, terletak pada prosedur pengambilan keputusannya.

Disiplin disiplin yang lain terutama menyadarkan pada metode penelitian, pengkajian dan pembuatan laporan yang dilakukan oleh tenaga tenaga peneliti terlatih. Pada disiplin tersebut kesimpulan akhir mengenai fakta fakta kunci dilakukan oleh para ekspert, dan kesimpulan itu bisa saja diubah apabila di belakang hari dilakukan penelitian dan pemikiran lebih lanjut dan ternyata salah.

Sangat berbeda dengan prosedur yang demikian itu, hukum mendasarkan kebanyakan prosedur formalnya atas penyajian oleh pihak pihak yang berperkara dalam suatu forum peradilan yang bersifat umum, di hadapan dewan yang tidak memihak, dan suatu dewan yang semula belum diberi tahu mengenai masalah yang dibicarakan.

Fakta fakta yang diketemukan oleh dewan dianggap oleh hukum sebagai sesuatu yang tuntas, kenapa ? Karena mendasar pada sumber sumber yang tidak ekspert dan juga tidak atas dasar penilaian oleh orang orang yang tidak ekspert pula.

Nah itulah penjelasan dari Langkah Langkah Metodologis Dalam Penerapan Hukum. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan yang setinggi tingginya dari para pengunjug belapendidikan.com

Tentang Penulis: Ahmad Andrian F

Gambar Gravatar
Bukan penulis profesional namun selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk para pembacanya. Mencerdaskan generasi milenial adalah tujuan situs ini berdiri. 800 Penulis sudah gabung disini, kamu kapan ? Ayo daftarkan dirimu melalui laman resmi keluhkesah.com