Web portal pendidikan – Hasil kiriman opini dengan judul kesalahan paradigma pendidikan sebagai kewajiban di Indonesia disampaikan dan dikirimkan langsung melalui email kami redaksi@belapendidikan.com.
Kesalahan Paradigma Pendidikan
Pendidikan merupakan pondasi bagi seluruh perkembangan bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik suatu bangsa sehingga pendidikan sangat urgen sebagai faktor pembangun kehidupan bangsa. Pada dasarnya manusia memiliki dua asumsi dalam hidupnya, yaitu keinginan dan kebutuhan.
Keinginan dan kebutuhan ditentukan dari seberapa pentingnya sesuatu untuk diperoleh manusia. Dalam dunia pendidikan juga terdapat dua asumsi yang berlaku, yaitu pendidikan sebagai suatu kewajiban dan pendidikan sebagai suatu kebutuhan.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar dalam bidang pendidikan. Untuk membangun generasi bangsa yang cendekia, pendidikan menjadi faktor utama yang harus ditingkatkan baik kualitasnya maupun kuantitasnya.
Hal ini mengingat masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, terutama di daerah-daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Di sisi lain, Indonesia juga tengah mengalami bonus demografi yang menjadi momentum bagi bangsa untuk memajukan negara. Pendidikan memiliki peran penting dalam menciptkan sumber daya manusia yang berkompeten agar mampu bersaing dengan masyarakat Internasional, khususnya dalam menghadapi era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia memiliki berbagai problematika, mulai dari sistem pendidikan, paradigma pendidikan, distribusi dan kualitas pendidikan, bahkan tingkat keamanan di lingkungan pendidikan itu sendiri.
Namun demikian, dari sekian banyak problematika terebut, paradigma pendidikan merupakan faktor utama yang membutuhkan revitalisasi berkaitan dengan revolusi mental pada masyarakat, khususnya pelajar. Meskipun pendidikan ditujukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan melatih skill, namun pada praktiknya Indonesia masih mengagung-agungkan nilai sebagai indikator utama. Hal ini menyebabkan pelajar memiliki satu orientasi utama, yaitu nilai, sedangkan masalah pemahaman materi termarjinalkan.
Adanya kepentingan memperoleh nilai menunjukkan bahwa sebagian besar kaum intelektual di Indonesia masih menganut paradigma pendidikan sebagai suatu kewajiban. Kewajiban ini tercermin pada tugas-tugas ataupun PR yang diberikan kepada pelajar. Kewajiban yang dimaksud adalah bahwa pelajar mengerjakan dan mengumpulkan tugasnya hanya atas kepentingan nilai, bukannya kebutuhan. Artinya, nilai bagus adalah wajib.
Oleh karena itu, dari paradigma ini munculah praktik-praktik menyimpang yang dilakukan pelajar, seperti menyontek, plagiat, dan sebaginya. Lebih parahnya lagi, banyak aktivitas jual beli kunci jawaban soal ketika masa Ujian Nasional datang. Hal-hal seperti ini tentunya menjadi ancaman internal bagi bangsa Indonesia, karena dari kebiasaan-kebiasaan kecil seperti ini dapat menimbulkan karakter yang buruk di masa depan, sebagai contoh korupsi sebagai buah dari ketidakjujuran.
Di sisi lain, sekalipun mereka mengerjakan tugasnya secara mandiri, isi materi yang terkandung juga tidak akan dipahami dengan baik. Dengan demikian, pelajar tidak menguasai bidang studinya serta bingung menentukan pilihan setelah mereka lulus dari jenjang pendidikannya.