Web portal pendidikan – Selamat siang sob, sudah lama nih kita ga ketemu lagi. Kali ini kita akan bahas tentang sejarah mengenal prabu Siliwangi. judul kali ini yaitu “jalan siliwangi dan penggalian inspirasi”. Untuk leih jelasnya dapat kamu simak dalam rangkaian artikel berikut ini.
Jalan Siliwangi dan Penggalian Inspirasi
Hari Selasa tertanggal 3 Oktober 2017, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) di bawah restu dari Sultan Hamengkubowono X, meresmikan dua buah jalan yang keduanya diberi nama dengan menggambarkan identitas orang Sunda, yaitu Jalan Padjajaran dan Jalan Siliwangi.
Jalan Padjajaran di DIY tepatnya ada di simpang empat Jombor hingga simpang tiga Maguwoharjo sepanjang 10 km. Sedangkan jalan Siliwangi sepanjang 8.58 km berada di simpang empat Pelem Gurih hingga simpang empat Jombor.
Bagi banyak pihak, penamaan kedua jalan tersebut di Yogyakarta merupakan kemajuan sekaligus “perdamaian” antara dua suku terbesar di Indonesia, yaitu Sunda dan Jawa. Setelah sekitar 660 tahun lamanya mereka hidup dalam bayang-bayang emosi kolektif, yang kemudian menjalar pada streotip pernikahan Jawa-Sunda, sampai pada pemilihan presiden.
Asal muasal emosi kolektif tersebut bermula ketika terjadi peristiwa Bubat tahun 1357, saat Gajah Mada menganggap bahwa perkawinan Dyah Pitaloka dengan Hayam Wuruk merupakan tanda pengakuan tunduknya Kerajaan Sunda terhadap Majapahit, akan tetapi para pembesar Kerajaan Sunda yang ikut serta dalam iringan Dyah Pitaloka tidak setuju.
Selain menjadi informasi yang viral sekaligus membanggakan ini, saya kira perlu kiranya kita mengenal tentang Siliwangi, salah satu diantara nama kedua jalan itu dan juga merupakan identitas suku Sunda tersebut.
Istilah (Prabu) Siliwangi dapat dikatakan sebagai tokoh dalam sejarah Sunda yang sudah dibumbui oleh unsur sastra dan legenda. Dilihat dari istilah Siliwangi, yang berarti silih yang berarti ganti dan wangi harum.
Dapatlah kita artikan bahwa Siliwangi merupakan istilah yang menggambarkan sosok tokoh yang hilang jasadnya, kemudian berganti;silih akan tetapi membawa keharuman;wangi.
Tokoh pertama yang diidentikan dengan (Prabu) Siliwangi adalah Prabu Linggabuana (1350-1357). Pada waktu itu beliau mendampingi putrinya Dyah Pitaloka untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk sebagai penguasa Majapahit.
Akan tetapi pada saat itu terjadi peristiwa Bubat, dan beliau wafat dalam peristiwa tersebut, jasadnya memang tidak pulang ke tanah Sunda tetapi namanya mewangi dan terpatri oleh masyarakat Sunda karena kepatriotannya, sehingga beliau mendapat julukan Prabu Wangi.
Tokoh kedua yang mendapat gelar Siliwangi adalah Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475). Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Sunda mengalami masa kejayaanya. Rakyat hidup dengan makmur dan rakyat mencintai Prabu Wastu Kancana.
Sementara Tokoh terakhir yang mendapat gelar Prabu Siliwangi adalah Prabu Sri Baduga Maharaja (1482-1521). Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Sunda yang berpusat di Bogor dan Kerajaan Galuh di Kawali berhasil dipersatukan kembali. Beliau juga sangat memperhatikan kehidupan keagamaan masyarakat Sunda.
Setelah penamaan Jalan Siliwangi dan Padjajaran di daerah Yogyakarta, dan telah kita kenali bersama istilah Siliwangi itu, kita tentunya sebagai Masyarakat Sunda merasa bangga bahwa istilah Siliwangi yang merupakan identitas sekaligus kebanggaan Masyarakat Sunda itu dijadikan sebagai nama jalan.
Begitupun sebaliknya, langkah baik penamaan jalan yang mengangkat Identitas Sunda di Yogyakarta, membuat Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengusulkan kepada pihak DPRD Kota Bandung untuk melakukan hal yang sama.
Meskipun nama jalan seperti Jawa, atau tokoh-tokoh yang berasal dari Jawa ada, tapi itu belum mencirikan identitas kejawaan, sebagaimana nama Padjajaran dan Siliwangi yang merupakan identitas sekaligus kebanggaan Urang Sunda.
Penamaan Jalan seperti Jalan Majapahit di Tanah Sunda yang merupakan kerajaan maritim terbesar pada masanya, Jalan Raden Wijaya sebagai pendiri awal Kerajaan Majapahit sangat mungkin mewakilkan nilai kebanggaan Orang Jawa di Tanah Sunda.
Atau istilah-istilah yang memungkinkan orang teringat bahwa itu merupakan identitas Suku Jawa, seperti kejawen yang merupakan ajaran luhur Orang Jawa dalam mengenal TuhanNya, kemudian dengan datang silih bergantinya ajaran-ajaran lain, maka ajaran luhur itu tetap bisa berbaur dan disesuaikan sedemikian rupa tanpa melupakan identitas mereka sebagai Orang Jawa.
Pada akhirnya, penamaan jalan yang melibatkan dua suku terbesar di Indonesia (Jawa-Sunda), bukan saja dipandang sebagai bentuk hubungan yang kembali membaik setelah sekitar 660 tahun hidup dalam bayang-bayang emosi kolektif.
Lebih dari itu, penamaan jalan dengan menggunakan kebanggaan identitas suku memberikan nilai edukasi dan inspirasi bagi setiap orang. Jika barangkali kita sibuk dengan urusan pekerjaan misalnya, maka saya membayangkan ketika kita melewati jalan dengan nama-nama yang mengangkat unsur identitas suatu suku tertentu yang ada di Indonesia, paling tidak memunculkan tanya “siapa sosok itu, apa itu artinya”.
Menjadi suatu kebanggaan sekaligus memberikan inspirasi atas diresmikannya istilah Siliwangi sebagai salah satu nama jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, adalah melakukan suatu hal yang membawa keharuman;wangi, meninggalkan kesan kebaikan, kebanggaan dan mungkin kebermanfaatan bagi orang disekitar; bagi tanah kelahiran, maka lakukanlah.
Hal itu seperti apa yang sudah Prabu Linggabuana, Prabu Niskala Wastu Kancana dan Prabu Sri Baduga Maharaja lakukan, dan mereka itu yang mendapat gelar Siliwangi.
*naskah sebelum editing dan dimuat oleh Pikiran Rakyat
Terima kasih sudah membaca artikel kita tentang sejarah jalan prabu siliwangi dan penggalian inspirasi. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan yang sebesar besarnya dari pengguna belapendidikan.com, lebih dan kurang mohon dimaafkan.