Web portal pendidikan – Pagi hari ini kita kedatangan opini baru dari Aubi Atmarini Aiza dengan judul “It’s Enought”. Untuk ulasan lebih lengkap dapat kita simak dalam artikel berikut ini.
“It’s Enought“
Dilansir oleh hipweecom, Mengubah Kesedihan Menjadi Kebahagiaan. Ilustrasi konflik dan peperangan yang menggugah rasa kemanusiaan. Berarti yang dipahami adalah rasa kemanusiaan yang lemah itulah penyebab dari segala problem yang terjadi diberbagai negara.
Bahkan ada yang berkata bahwa yang terjadi di negeri palestina, yaman, srilanka, patani, suriyah, uyghur(china), rohingya(myanmar) adalah sebuah konflik atau peperangan yang artinya saling berhadap-hadapan saling melawan.
Pada tahun 2018 kemarin, ramai di media sosial mengenai The Global Happiness Challenge.
Gambaran sebuah harapa dunia, bagaimana jika anak-anak tertawa dengan riangnya, mereka bebas tertawa dalam gendongan sang ayah, melepas burung dari sangkarnya, membaca buku dengan asyik, anak-anak sekolah yang memenangkan kompetisi, bapak-bapak yang memancing dengan riang, kota yang asri dengan tumbuhan lebat.
Tawa yang diharapkan itu hanyalah sebuah mimpi hari ini. Bagaikan legenda dalam film Disney, begitu banyak kisah suram yang diputar balikkan menjadi begitu indah.
Banyak cara untuk membuat orang tersenyum setiap saat, tapi ada sebuah kekuatan besar yang mengganjal hati mereka. Jangankan tertawa, bahkan untuk tersenyum saja begitu sulit yang keluar hanyalah air mata.
Seorang ayah sudah biasa menggendong anaknya yang mati terkena rudal, ayah ibu kehilangan buah hati, anak-anak terpaksa menjadi yatim piatu, rudal membunuh senyum mereka, air mata mengalir deras melihat keluarga mereka yang gugur, darah mengalir pada dahi-dahi kecil mereka, mata murni anak-anak sudah terciprat oleh psikopatnya kaum Yahudi, menangis setiap hari bagaimana dunia tak pernah adil pada mereka.
Dimanakah HAM yang kalian teriakkan pada kami, wahai negeri mercusuar dunia?
Hipokrit(Munafik) HAM, hanyalah sebuah alat untuk menjujung yang kuat dan menindas yang lemah. Yang kuat siapa?
Mereka yang memiliki materi terbanyak, maka yang lemah adalah orang-orang miskin tanpa pendidikan memadai. Semakin lemah semakin terinjak, dan para kaum kuat akan menjadi raksasa yang terus menginjak sampai kedasar jurang terdalam.
Hak Asasi…Hak Asasi…Hak Asasi apa yang kalian janjikan, memangnya semua orang bodoh? Belajar tentang hak asasi dalam teori memang menakjubkan dan penuh kemanusiaan, tapi tidak bagi fakta dan data. Semua berbada ketika terjadi pada obyek berbeda.
Maka membual saja sesuka kalian wahai kaum Kapital, katlrena kami tak lagi percaya dan tak butuh bualanmu!
Kata konflik dan peperangan itulah yang perlu diluruskan sebagai penjajahan. Sebelum tahun 1945 Indonesia masih dalam kungkungan penjajahan fisik.
Seluruh rakyat bergabung untuk membela negerinya melayan serangan senjata itu dengan senjata, semua negeri tetangga mendukung penuh atas hal itu, begitupun negeri merdeka lainnya pada sejarah masing-masing.
Ketika sebuah negeri diserang menggunakan senjata, apa yang harus dilakukan? Apakah memanggil PBB untuk menyelesaikannya? Apakah mempersiapkan meja untuk berunding?
Sebagai contoh, saat sebelum merdeka Indonesia sudah melakukannya, tapi nyatanya kami dipecundangi dengan pelanggaran kesepakatan hasil perundingan.
Maka jalan satu-satunya adalah melakukan perlawanan dengan senjata pula, dengan fisik pula dan dengan semangat berjuang pada negeri tercintanya. Apakah itu salah?
Begitu bengisnya sebuah pemikiran masuk kedalam moral generasi dunia. Sebuah penjajahan dikatakan konflik agar tiada yang ikut campur atau membela?
Keadilan hanyalah untuk sebagian orang, dimanakah keadilan dimata kaum Liberal lainnya? Warga Palestina melawan untuk membela bangsanya sendiri, salahkah itu dan masih disebut sebuah konflik?
Palestina berbaik hati mau menampung kaum Yahudi yang lontang-lantung tak memiliki tempat tinggal, nyatanya masih direbut dirampas semua tanahnya oleh kaum Yahudi dan didirikan Israel sebagai markas mereka. Israel semula tak ada namun tanahnya adalah tanah milik Palestina yang pernah menampung keterpurukan mereka.
Hari ini, jahatnya pemikiran Kapitalis memutar balikan segala fakta. Korban nyawa terus berjatuhan, begitu banyak darah yang harus mengalir ditengah kegemerlapan negeri lainnya. Apakah itu pantas disebut sebagai keadaban dan kemanusiaan dmyang dibalut dalam HAM?
It’s enought! Sudah cukup, semuanya telah membuktikan siapa sebenarnya pelaku kejahatan terbesar didunia ini. Sebagaimana belati beracun menyayat hati kaum muslim diselurih dunia.
Diserang dalam bentuk fisik, diserang dalam bentuk opini, dipecundangi oleh seluruh dunia dan diracuni oleh ideologi Kapitalisme mereka. Menjauhkan muslim dari Islam, menjadikan Liberalisme sebagai kiblat mereka dan melupakan Al-qur’an pedoman hidup.
Merasa asing dengan ajaran-ajaran Islam yang mereka peluk. It’s enough! Sudah cukup, ini sudah cukup!
Sudah sampai disini saja, wajah kami sudah pias, mata kami sudah lelah menangisi segala kehancuran saudara-saudari kami diluar sana, bibir kami sudah berbusa untuk menyuarakan kebenaran, namun semuanya tak didengar.
Sudah cukup semua sandiwara ini. Saatnya khilafah! Khilafah perisai, pembela harga diri kaum muslim diseluruh dunia.
Khilafah yang mampu membela dan menyelesaikan konflik di Palestina dan negeri terjajah lainnya. Khilafah yang berhukum langsung dari Allah SWT, satu-satunya yang mampu memanusiakan manusia.

Opini ini ditulis oleh Aubi Atmarini Aiza, kamu juga bisa menulis karyamu di belapendidikan, dibaca jutaan pengunjung, dan bisa menghasilkan jutaan rupiah.
Klik disini untuk kirim tulisan, Atau bisa kirim tulisan lewat email kami redaksi@belapendidikan.com