Web portal pendidikan – Selamat siang sobat belapendidikan, menurut kalian Efektifkah belajar mandiri saat pandemi COVID – 19 ? Apakah ada hal lain yang lebih efektif ketimbang pembelajaran daring ? Berikut ada sebuah ulasan opini dari mas Avif tentang seberapa efektif belajar mandiri pada saat pandemi Corona ini.
Efektifkah Belajar Mandiri Saat Pandemi COVID – 19 ?
Sudah kita ketahui bersama bahwasanya saat ini dunia sedang dilanda pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019). Dilansir dari laman website resmi pemerintah Indonesia yaitu www.covid19.go.id yang dirilis pada tanggal 12 April 2020, negara yang terdampak oleh pandemi COVID-19 saat ini berjumlah sekitar 213, dengan kasus 1.699.595 dan total kematian 106.138.
Dari banyak negara yang berdampak COVID-19, beberapa negara sudah mulai menetapkan status KLB (kejadian luar biasa) dan memberlakukan system lockdown, yaitu menutup tempat-tempat yang memiliki potensi untuk terjadinya kerumunan massa seperti tempat ibadah, pasar, mall, tempat hiburan dan sebagainya,
lalu membatasi para warganya untuk keluar dari rumah tanpa kepentingan yang darurat. Apabila ada yang tidak mengindahkan peraturan tersebut, maka akan ditindak tegas sampai dipidanakan, dan pemerintah juga menerjunkan pihak keamanan yang bertugas melakukan sweeping di jalanan untuk memastikan warganya tetap diam dirumah tidak berkeliaran tanpa kepentingan mendesak dan membubarkan apabila terdapat kerumunan massa, hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Di negara Indonesia pun juga terdampak oleh pandemi COVID-19 setelah Presiden Ir. Joko Widodo mengumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 terdapat 2 orang yang positif terjangkit COVID-19. Pemerintah melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB yaitu Pak Doni Monardo, telah mengeluarkan keputusan terkait tentang masa tanggap darurat bencana yang diperpanjang selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan 29 Mei 2020.

Data kasus COVID-19 di Indonesia yang dilansir dari laman website resmi pemerintah, pertanggal 12 April 2020, orang yang positif terjangkit COVID-19 menjadi 4.557, pasien yang sembuh 380, dan total kematian 399.
Terkait dengan semakin bertambahnya kasus akibat COVID-19 ini, Presiden Ir. Joko Widodo telah mengeluarkan maklumat untuk bekerja dan belajar dirumah terkait dengan daerah yang sudah terdapat banyak kasus (zona merah).
Hal ini didasari dari jumlah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), ataupun yang telah berstatus positif terjangkit COVID-19 setelah melalui prosedur secara medis.
Pemerintah Indonesia belum melakukan system lockdown seperti yang sudah diberlakukan dibeberapa negara, namun memberlakukan sistem Social Distancing, namun istilah ini sekarang telah diubah oleh WHO (World Health Organization) dengan Pshycal Distancing, yaitu kita dianjurkan untuk menjaga jarak fisik (bukan sosial) dari orang lain sekitar 1-2 meter, menghindari kerumunan massa, himbauan tetap berada dirumah, jika ada keperluan keluar harus mengenakan masker, dan tetap berhubungan sosial tanpa harus banyak kontak fisik semisal dengan memanfaatkan teknologi, seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan sejenisnya.
Apa yang dilakukan pemerintah tentu sudah baik karena berusaha untuk memutus mata rantai agar virus tidak semakin menyebar luas di masyarakat.
Namun apakah hal ini tetap efektif untuk dunia pendidikan yang dimana para pengajar dan pelajar yang wilayahnya sudah menjadi zona merah dan diberlakukan untuk belajar dirumah, agar tidak ada aktivitas lagi di sekolah ataupun universitas, karena sangat jelas tempat ini akan banyak kerumunan massa yang rawan menjadi penyebaran COVID-19.
Kita ketahui bersama, bahwasanya Indonesia memiliki beberapa jenjang pendidikan yang berbeda, mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga Perguruan Tinggi. Tentu dari masing-masing jenjang ini memiliki umur yang berbeda-beda, mulai dari dibawah 5 tahun hingga diatas 20 tahun, dan dari umur tersebut memiliki karakter yang berbeda.
Lalu seberapa efektifkah belajar mandiri di rumah sebab pandemi COVID-19 ini ? Anak-anak usia jenjang SD dan dibawahnya, tentu mereka masih banyak yang memiliki karakter lebih suka bermain daripada belajar, dan jika memiliki waktu luang, mereka akan lebih banyak memanfaatkannya untuk bermain.
Apakah Orangtua Berperan Penting Dalam keefektifan belajar mandiri dirumah ?
Disini peranan orangtua sangatlah dibutuhkan, untuk tetap mengingatkan, mendampingi, dan membagi waktu anak-anak antara belajar dan bermain, jika orangtua belum sadar akan perannya ini, maka belajar mandiri dirumah akan sia-sia untuk berkembangnya pendidikan anak.
Belum lagi pelajar SMP dan SMA, yang memiliki karakter berbeda dengan anak SD kebawah, mereka mulai beranjak dewasa, namun tetap belum memiliki kesadaran penuh tentang tanggungjawab.
Semisal banyaknya waktu luang hanya dimanfaatkan untuk nongkrong bersama teman, bersosial media, atau main game online yang itu sangat menyita waktu dan akan menyebabkan kemalasan dalam belajar atau mengerjakan tugas.
Mungkin kalau ditingkat perguruan tinggi, sudah banyak para mahasiswa yang mulai sadar akan tanggungjawab tentang pendidikannya, maka mereka akan lebih banyak memanfaatkan waktu untuk belajar atau mengerjakan tugas.
Indonesia juga memiliki latar belakang pelajar yang berbeda, seperti dari segi ekonomi, psikis, geografis, maupun sosial. Ada yang mereka dari kalangan atas, menengah, sampai masyarakat yang kurang mampu. Ada yang mereka tinggal di kota, di desa, di pegunungan, bahkan di plosok. Ada yang tinggal dilingkungan yang memiliki sosial yang tinggi, sedang, atau bahkan minim.
Dari kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem belajar secara online, yang memanfaatkan teknologi daring (dalam jaringan) internet untuk pembelajaran menggunakan beberapa aplikasi, apakah efektif dengan latar belakang pelajar yang berbeda ini ?
Setelah Melihat Penjelasan Diatas, Masih Efektifkah Belajar Mandiri Saat Pandemi COVID – 19 ?
Mungkin bagi pelajar yang berlatar belakang dari keluarga kalangan atas, masih sangat mampu untuk memfasilitasi anaknya untuk belajar secara online, semisal memfasilitasi smartphone, laptop, atau komputer yang memiliki spesifikasi tinggi, dan jaringan internet yang memadai.
Bagi kalangan kelas menengah, mungkin masih bisa diusahakan walaupun tidak mewah, tapi bagaimana dengan mereka yang dari keluarga kurang mampu, yang untuk makan saja susah ? Jika pun punya hp mungkin versi jadul, hanya bisa sms atau telpon, atau jika punya smartphone mungkin dengan spesifikasi rendah, yang hanya cukup untuk WhatsApp, belum lagi paket data internetnya, pasti sangat terbatas.
Apalagi mereka yang tinggal dikawasan sosial yang minim, rasa empati yang rendah, tentu akan membuat susah bagi pelajar yang kurang fasilitas karena kurangnya rasa sosial kepada sesama.
Saya sempat berbincang dengan Ibu Retnaningsih, S.Pd, seorang guru matematika di sebuah SMK di Kota Bantul Yogyakarta, tentang penerapan pembelajaran secara daring ini. Beliau menuturkan bahwa, anak-anak didiknya itu memang dari berbagai latar belakang, ada yang hanya punya hp jadul, atau paket internet yang terbatas sehingga terkadang mereka suka pulang telat karena untuk “numpang” wifian di sekolahan.
Beliau juga sempat menanyakan kepada anak didiknya tentang kendala apa yang menjadi masalah dalam pembelajaran via daring, kebetulan beliau membuat sistem pembelajaran daring via group WhatsApp, karena menimbang berbagai latarbelakang siswa yang berbeda.
Hasil survey beliau sangatlah mengejutkan, banyak siswa yang mengeluh dengan sistem pembelajaran daring ini, seperti masalah spesifikasi hp yang kurang mendukung, jaringan sinyal, terbatasnya kuota internet, tugas yang jadi menumpuk, pembelajaran jadi kurang efektif, dan menjenuhkan.
Bahkan ada yang megeluhkan tentang masalah kesehatan, semisal kelelahan mata karena harus sering mengecek hp yang tulisan kecil, jari yang pegel karena banyak ngetik, ada juga yang susah membagi waktu untuk belajar karena was-was untuk menjaga diri dari COVID-19.
Penulis juga sempat berbincang dengan Bapak Isminarno, S.Pd, yang mengajar Teknik Audio Video di sebuah SMK Purwosari GunungKidul Yogyakarta. Beliau menuturkan bahwa di daerah GunungKidul termasuk daerah yang susah sinyal, karena disana adalah daerah pegunungan.
Mungkin hanya beberapa operator seluler saja yang terdapat sinyal disana, itupun tidak selamanya lancar. Bahkan ada daerah yang dimana memang tidak terjangkau sinyal sama sekali atau istilahnya blankspot.
Terkadang saja beliau harus “turun” untuk mencari sinyal, bisa terbayangkan apa yang terjadi di daerah geografis yang notabene pegunungan, susah sinyal, dan harus menjalankan pembelajaran daring ?
Belum lagi yang berkaitan dengan latarbelakang siswa, terlebih dari segi ekonomi maupun sosial untuk mampu memfasilitasi dalam pembelajaran dengan teknologi yang mumpuni. Beliau juga menuturkan bahwa tak sedikit dari siswanya yang belum atau telat mengumpulkan tugas via WhatsApp, dan itu sudah beliau maklumi.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring atau online di pandemi COVID-19 ini sangatlah belum efektif.
Bagaimana tidak, psikis anak didik yang was-was dan harus menjaga diri agar terhindar dari COVID-19, ditambah tugas yang malah semakin banyak, fasilitas yang kurang memadai, tentu tanpa disadari akan membuat mereka stres, sedangkan jika seseorang terlalu stres, akan berdampak pada imunitas yang menurun, akan mempengaruhi kesehatan tubuh, dan rawan terjangkit penyakit termasuk virus, bahkan dapat memicu depresi.
Untuk kondisi seperti saat ini, seorang pengajar harus mampu memahami kondisi anak didiknya, karena ini menyangkut kesehatan jiwa dan raga mereka. Dan orangtua dituntut untuk mampu menjadi teman, guru, dan motivator dalam kondisi yang darurat ini, agar anak mereka tetap sehat dan mampu belajar, terlebih bagi anak-anak usia SD kebawah yang masih kurang tanggungjawabnya dalam pendidikan dan lebih suka bermain.
Dari pandemi COVID-19 ini, kita dapat mengambil banyak pelajaran, terlebih untuk pemerintah, agar dikedepannya mampu dan siap dari segi finansial, psikis, sosial, medis dan pendidikan apabila dikedepannya terdapat musibah (yang tentu kita tidak harapkan) hingga menyebabkan keadaan darurat yang menyebabkan banyak korban dan mengharuskan kita untuk tinggal dirumah seperti pandemi COVID-19.
Penulis yakin Indonesia pasti bisa, dan suatu saat akan maju menjadi negara yang lebih baik dari berbagai aspek, termasuk untuk fasilitas pendidikan daring atau online yang memadai, yang bisa di manfaatkan untuk semua pelajar dari berbagai latarbelakang.
Artikel ditulis oleh Avif Ikhwan Pratama
Beraktivitas di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani (STITMA) Yogyakarta
Email pengirim : aip24
Judul artikel : Efektifkah Belajar Mandiri Saat Pandemi COVID – 19
Kamu juga bisa menulis karyamu di belapendidikan, dibaca jutaan pengunjung, dan bisa menghasilkan jutaan rupiah. Klik disini untuk kirim tulisan, atau bisa lewat email kami redaksi@belapendidikan.com
Tentunya ga efeksektif menurutku. Dan ga hanya pendidikan, bidang usaha juga yg WFH, mana mungkin efektif. Kalau di kota besar dan sekolah elit, mungkin bisa pake aplikasi video call, lah kalau di sekolah yang biasa saja, anak2 nya dr kalangan menengah kebawah, mana ada leptop, bahkan ada yg ga ada TV. Blm lg di daerah guru juga gaptek.
Pandemi covid19 ini “memaksa kita” untuk stay di rumah dengan mendadak. Perusahaan bsr aja kelabakan dengan kondisi ini. Jd kita maksimalkan saja yg ada, jd ga mengada ada hehe
Menurutku, jujur kurang efektif. Kenapa? Karena enggak semua siswa dari gol Kel mampu. Contohnya, beberapa tetangga yang memang Kel tidak mampu kalang kabut, kesana kemari cari pinjaman hp pintar hanya untuk sekedar mendapatkan tugas dari guru anaknya. Lalu mengirimkan lagi jika tugasnya selesai. Lah kalau gak dapat pinjaman si anak otomatis enggak bisa ngumpulin tugas. Gitu juga dengan belajar on line, misalnya. Selain kendala di gadget, kendala besarnya ada di jaringan. Pelosok macam aku gini susah sinyal. 😂
Menjadi bagian dari industri 4.0 adalah keniscayaan. Kalau tidak karena corona boleh jadi kita belum selaku ini belajar dengan cara daring. Cara yang cukup efektif,.meskipun ada sisi kelemahannya juga. Cara daring sulit mentransfer ilmu pendidikan karakter yang biasanya didapat dari teladan di dunia nyata. Lha gimana dapat teladan dari guru, kalau sekolahnya jauhan (social distancing)
Karena sistem belajar seperti ini masih baru dan Indonesia mengalaminya di saat musibah. Dengan kata lain terlalu mendadak sehingga tidak ada persiapan dan kebiasaan sebelumnya sehingga belum efektif dilakukan. Namun demikian, bukan tidak mungkin suatu hari sistem belajar daring akan mulai dipertimbangkan ke depannya.
Mau tidak mau, siap atau tidak siap harus melakukan belajar mandiri saat pandemi ini, mungkin ini merupakan pembelajaran juga bagi kita bahwa era digital seperti ini harus dilakukan belajar mandiri, tapi memang kendalanya hrs punya kuota internet itu yg membuat belum efektif.
Karna anak saya homeschooling, program belajar daring sih gak begitu berpengaruh kepada kami, tapi bagi sekolah formal yang tiba-tiba pasti ada efeknya, cuma itu kata pepatah gak buah akarpun jadi
Saya sebagai guru mengakui tidak efektif belajar mandiri di rumah aja apalagi orang tua banyak yang sibuk bekerja juga pada siang hari sehingga tetap memberi alasan tidak sempat membimbing anak-anak belajar. Segera berakhirlah covid-19 ini agar bisa kembali normal belajar di dalam kelas secara langsung. Apalagi banyak guru yang masih gaptek bahkan menggunakan google classroom masih kebingungan.
semua lagi2 tergantung kesiapan dari guru, murid dan fasilitasnya. tentu ga efektif buat para murid yang menengah ke bawah boro2 punya hape ke seskolah aja ga pake sepatu, its happen di desa ibuku padhal ga desa2 bgt. sukabumi, kebanyakan mereka anak petani atau penjual di sana. coba bayangkan gimana mereka belajarnya skrg? yang miris ya tv ada, jadi belajarnya lewat tvri. hihi
Saya tinggal di desa dan anak sekolah di desa. BEberapa ortu yang masih buta huruf. Beberapa lagi tidak punya HP. Jadi akhirnya saya hanya bisa bilang bahwa cara ini tidak efektif untuk para grassrooters. Tapi saya tidak menyesali ketidak siapan guru, murid dan ortu. Sudah terjadi dan kita harus adaptif saja.