Cerpen : Tuhan Masih Menyayangiku

oleh -855 Dilihat
Cerpen : Tuhan masih menyayangiku
Cerpen : Tuhan masih menyayangiku

Web portal pendidikan – Cerpen kali ini berjudul Tuhan masih menyayangiku, yang dikirimkan oleh salah satu peserta dalam ajang lomba cerpen nasional bersama belapendidikan.com. Untuk lebih lengkapnya dapat kita lihat sebagai berikut.

Cerpen : Tuhan Masih Menyayangiku (Bagian Pertama)

Matahari pagi membangunkanku dari tidur yang nyenyak, cahayanya diam-diam menyelinap masuk ke celah jendela kamarku, angin yang sejuk berhembus terasa menusuk sampai ke tulangku, jendela rumahku bernyanyi saat tertiup angin.

Aku mulai berjalan ke arah jendela, ku buka jendela dan menghirup udara segar di pagi ini, ku lihat raja siang telah keluar dari ufuk timur. Mataku masih terasa sangat berat, gaya gravitasi dari tempat tidurku sangat menarikku untuk tetap tidur.
Tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar di gendang telingaku.

“Ina cepat bangun, nanti kamu kesiangan”. Itulah suara yang selalu ku dengar setiap paginya.
“ Iya bu, aku sudah bangun”. Aku menjawabnya dengan keadaan masih setengah mengantuk.

Dengan malasnya ku langkahkan kakiku ke kamar mandi, setelah mandi tubuhku terasa telah di carger kembali begitu segar rasanya. Setelah aku siap, aku langsung bergegas untuk berangkat sekolah. Tiba-tiba ibu berteriak dari arah dapur “ Ina jangan lupa sarapan dulu”. Teriak ibu.

“ Nggak sempat lagi bu, aku sarapan di sekolah saja”. Jawabku Ibu masih saja tetap menyuruhku untuk sarapan, tapi aku tak menghiraukannya, aku langsung menancap gas sepeda motorku dengan kelajuan sedang.
Tiba di sekolah aku langsung memarkirkan motor kesayanganku ini.
Tap……Tap….Tap…..

Langkah kakiku menggema ke seluruh koridor, pagi ini masih terasa sangat sepi, sudah menjadi kebiasaanku untuk berangkat lebih awal dari siswa lainnya. Sampai di kelas aku duduk di kursiku yang berada di barisan paling depan, aku membuka halaman demi halaman bukuku ini, aku mencoba untuk memahami semua materinya.

Bel pun berbunyi, semua siswa berbondong-bondong masuk ke kelas. Suasana di kelas pagi ini sudah diisi oleh perbincangan-perbincangan siswa yang tengah membicarakan materi untuk ujian.

Ya, hari ini sekolahku akan mengadakan ujian semester pertama. Pengawas pun datang dengan membawa soal-soal ujian yang menakutkan bagi kami. Saat mengerjakan soal ujian perasaanku merasa gelisah aku tak fokus mengerjakannya. Jarum jam terus berdetak, seolah-olah mengingatkanku untuk segera menyelesaikan ujian karena waktu akan segera berakhir.

“ Anak-anak waktu akan segera selesai”. Suara pengawas itu menyadarkanku dari lamunan. Aku dengan segera menyelesaikan ujianku.
“ Ayo cepat dikumpul ujiannya”. Perintah pengawas kepada kami semua. Aku dengan segera memberikannya kepada pengawas.

Cerpen : Tuhan Masih Menyayangiku (Bagian Kedua)

Terik matahari siang ini begitu menyengat kulitku, tak ada yang bisa mengalahkan teriknya sang raja siang. Aku langsung menuju ke parkiran motorku, sambil berjalan ku mendengar ada yang memanggil.

“ Ina , tunggu aku”. Aku pun berbalik dan melihat siapa orang nya.
“Na aku boleh nggak pulang bareng kamu?”. Tanya nya dengan napas yang terengah-engah. Rupanya itu Intan teman sekelasku.
“ Iya Tan boleh, ayo kita pulang”. Jawabku sambil tersenyum.

Setelah mengantar Intan pulang, aku langsung menuju rumah. Tiba-tiba langit yang cerah berubah menjadi awan hitam yang mengerikan, aku dipeluk oleh hujan saat kerumah.
Kini ku telah sampai di tempat yang selalu menjadi tujuan pulangku, dengan langkah gontai ku langkahkan kakiku ke sebuah ruangan yang menjadi tempat favoritku.

Ya ditempat inilah aku bersama kantukku bertemu menjalin mimpi di bawah alam bawah sadar pikiranku. Saat aku sedang bermimpi indah dengan kenangan-kenangan manis hidupku, terdengar seberkas suara, suara yang begitu keras namun tak jelas dan semakin lama semakin jelas.

Aku pun tak rela meninngalkan mimpi-mimpi ku, terasa berat badan ini untuk bangun, kantukku pun tak ingin berpisah denganku. Seperti ada yang aneh di pikiranku, akupun melawan suara itu.

Ya itu adalah suara ibuku, dengan rasa malas aku bangkit dari ranjangku, aku menelusuri lorong-lorong rumah. Rasa malas masih menusuk pikiranku, rasa berat langkah kaki ini menuju kedaiku.

Disana ada seorang lelaki mungil sedang meneteskan air mata dengan napas yang tersedu-sedu, tak tega aku melihatnya akupun membawanya berjalan menelusuri desa.
Tak lama dari itu aku melihat kuda besi beroda empat berjalan mengarahku, aku pun tertabrak olehnya. Langit pun ikut menangis ketika melihat dan mendengar kabar duka ini. Motor kesanyanganku hancur tertabrak mobil tua yang telah batuk-batuk, seketika awan hitam mengulasi seluruh desa.

Aku mencoba membuka kelopak mataku yang terasa begitu berat, tubuhku terasa begitu lemas seperti telah berjalan begitu lama. Ketika ku membuka mata tubuh mungil ku ini sudah terbalut dengan perban-perban putih yang warnanya sudah berubah menjadi merah.
“ Akhirnya kau sudah sadar”. Ucap seorang pria yang mengenakan pakaian putih yang tak pernah ku temui sebelumnya.

Aku hanya diam dan terus menatapnya, tak berapa lama keluarga ku berhamburan masuk ke ruangan. Kulihat seorang wanita yang wajahnya berbinar dan matanya yang mulai berkaca-kaca yang sebentar lagi akan meneteskan butiran-butiran air yang begitu menyiksa ketika ku melihatnya.

Ya itu ibuku, seorang malaikat yang telah membesarkanku selama ini. Dia menangis melihat keadaanku yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“ Baiklah saya akan memberitahukan hasil rongen nona Ina”. Ucap dokter yang berdiri disamping ibu.
“ Ina mengalami kepatahan pada persendian paha, keretakan pada tulang tumit serta luka robek yang parah, jadi saya sarankan Ina untuk segera dioperasi”.

Aku yang mendengarnya masih tidak percaya jika aku mengalami semua ini, harapan yang selama ini menjadi impianku gagal dengan sia-sia, perjuangan yang selama ini aku lalui untuk menjadi paskibraka telah sirna.

Ibu dengan refleks menjatuhkan tubuhnya ke pelukan ku, dia menangis tersedu-sedu tak tega melihat penderitaan yang aku alami.
“ Na, kamu jangan bersedih ibu pasti akan mengobatimu sampai sembuh na”. Ucap ibu.
Aku hanya bisa terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh ibu. Air mataku tak henti mengalir di pipi ini.

Cerpen : Tuhan Masih Menyayangiku (Bagian Ketiga)

Pagi ini begitu cerah tapi tidak dengan hatiku, hatiku bagai diselimuti awan hitam yang begitu kelam. Aku harus menjalani operasi yang telah disepakati oleh kedua orang tua ku.

“ Nona Ina jangan takut, nggak sakit kok operasinya”. Ucap salah satu dokter untuk menenangkanku.
“ Iya dok”. Jawab ku sambil mencoba untuk tenang.

Sekarang aku sudah dipindahkan ke dalam ruanganku. Ketika ku mencoba untuk memejamkan mataku, mencoba untuk sejenak melupakan rasa sakit yang aku rasa. Terdengar di telingaku suara ketukan pintu.

Tok….Tok….Tok…. Suara itu begitu kencang sehingga membuatku terkejut, ternyata ada teman sekolah datang untuk menjenguk ku.

“ Hai Na, gimana keadaan mu?”. Tanya Rafa
“ Udah mendingan kok Raf, tapi suka kambuh sakitnya”.
“ Aku sangat kaget loh Na ketika kamu mengabariku kalau kamu kecelakaan, aku sempat tak percaya apa yang aku lihat di isi pesan mu”. Ucap Tata

Aku hanya tersenyum mendengarnya dan mencoba menahan rasa sakit, aku tidak mau mereka melihatku merasakan kesakitan. Setelah berbincang cukup lama, mereka pamit untuk pulang.

“ Na kami pulang dulu ya, kamu tetap semangat, kamu pasti bisa melaluinya”.
“ Makasih ya semua kalian sudah datang kesini”.
“ Iya Na sama-sama, daaa kami pulang dulu ya”.

Sudah seminggu ku berada di tempat yang membosankan ini.

“ Hallo Ina gimana perasaannya sekarang?”. Tanya dokter yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
“ Udah mendingan dok”.
“ Anak ibu hari ini sudah boleh untuk pulang, ibu silahkan menyelesaikan administrasinya dahulu”.
“ Makasih ya dok”. Aku menjawabnya sambil tersenyum
Ibu dan dokter pun pergi meninngalkan ruangan. Aku sangat senang sekali karena sudah diperbolehkan pulang.
Sesampainya ku di tempat yang selalu aku rindukan ini aku sangat merasa bahagia, ternyata di rumah telah ramai saudara-saudara ku berkumpul.

Hari-hariku jalani dengan hati yang selalu diselimuti kesedihan, aku merasa sangat bosan setiap harinya yang harus berada di dalam rumah.

Sudah satu bulan berlalu, aku sudah bisa berjalan menggunakan alat bantu yang membuat hatiku menjadi sedih ketika harus melihat orang lain bisa berjalan dengan bebasnya.
Tetapi hasilnya luar dari dugaanku, kaki ku mengalami kecacatan yang harus membuat diriku menjalankan operasi untuk kedua kalinya. Hatiku sangat pedih bagaikan teriris silet yang begitu tajam. Aku mencoba untuk tersenyum, aku tak mau melihat kedua malaikat tak bersayap ku ini menangis melihatku.

Aku melakukan operasi di kota Bengkulu, disana aku dirawat selama seminggu. Semenjak kejadian itu aku selalu bersedih dan tak bersemangat.
Hari ini hari sabtu aku diperbolehakan untuk pulang, tetapi sebelumnya aku harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Ketika ku berada di tempat yang tak kusukai ini, aku melihat banyak sekali orang-orang yang lebih parah keadaannya dariku. Aku terdiam melihat itu semua, hatiku menangis merasakannya.

“ Ya Tuhan ternyata Engkau tak tidak memberikanku cobaan yang seperti di depan mataku, aku salah telah mengeluh keadaanku, terima kasih Tuhan Engkau masih menyayangiku.

Ternyata benar seberat apapun cobaan yang aku hadapi tidak pernah melebihi batas kemampuanku dan dibalik semua musibah yang aku hadapi banyak hikmah yang dapat aku ambil”.

Sekarang aku menjalani hari-hariku dengan bahagia dan selalu tersenyum dengan apapun yang terjadi.

Tamat ….

Cerpen ini ditulis oleh Gita Carlina kamu juga bisa menulis karyamu di belapendidikan, dibaca jutaan pengunjung, dan bisa menghasilkan jutaan rupiah setiap bulannya, Daftar Sekarang

Tentang Penulis: Ahmad Andrian F

Gambar Gravatar
Bukan penulis profesional namun selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk para pembacanya. Mencerdaskan generasi milenial adalah tujuan situs ini berdiri. 800 Penulis sudah gabung disini, kamu kapan ? Ayo daftarkan dirimu melalui laman resmi keluhkesah.com