Web portal pendidikan – Cerpen kali ini berjudul Panggil aku ani, yang dikirimkan oleh salah satu peserta dalam ajang lomba cerpen nasional bersama belapendidikan.com. Untuk lebih lengkapnya dapat kita lihat sebagai berikut.
Cerpen : Panggil Aku Ani (Bagian Pertama)
Nama ku Siti Rohani, bukan Sitroh atau Sitir. Orangtua ku biasa memanggil aku Ani dan aku rindu itu. Aku rindu dipanggil Ani! Semenjak masuk sekolah ada saja julukan yang diberikan kepada ku.
Ada saja dari mereka yang memanggil ku tidak sesuai dengan nama ku. Aku ingin protes! Ah. Tapi, buat apa? toh nanti juga aku akan berpisah dengan mereka.
Aku bisa berbuat apa dengan nama panggilan yang diberikan mereka terhadap ku? Mereka pikir, mungkin itu hanya candaan. Namun, sungguh aku lelah dengan candaan semacam itu!
Aku ingin mereka memanggil ku Ani! Nama panggilan ku memang terdengar kampungan. Tapi, percaya deh aku lebih suka dipanggil dengan nama kampungan itu dibandingkan dengan nama lainnya karena keluarga ku suka memanggil ku dengan nama itu dan aku pun ingin menganggap mereka keluarga ku, untuk itu panggil aku Ani! Agar aku bisa merasakan kehadiran keluargaku disini, bukan mereka yang ku kenang sebagai tukang buli!.
Memang ini sangat sepele si. Tapi, kalau terus dibiarkan saja malah ga baik iya ga? Iyakan! Hingga pada suatu hari, saat aku sedang terkena efek PMS akhirnya aku berani protes dengan penggilan itu.
“sitroh mau kemana?” panggil salah satu teman ku.
Aku mendekatinya, tanpa menjawab aku justru balik bertanya “kenapa kamu memanggil ku seperti itu?”.
Dia diam sejenak, kemudian berkata “emang kenapa ada yang salah yah?”.
Aku diam, pikir ku dia tidak salah. Itu hak nya. Tapi, kewajiban ku juga untuk mengingatkannya bahwa selama ada nama panggilan yang lebih baik kenapa tidak menggunakannya. toh kalau aku tak salah dalam Islam pun ada ayat yang menjelaskan bahwa Jangan memanggil orang dengan gelar (nama panggilan) yang buruk.
Memang si pada dasarnya manusia suka mengabaikan hal seperti itu, tapi hal itu menurutku tidak boleh terus didiamkan, agama saja melarang apa lagi kita!
“ah tidak, tidak ada yang salah… hanya saja aku tidak suka dipanggil sitroh karena itu mengingatkan ku dengan nama panggilan yang dulu-dulu seperti sitir dll”
Diam sejenak, kemudian aku melanjutkan perkataan ku tanpa membiarkannya berargumen. “aku tahu Sitroh atau Sitir singkatan dari nama panjang ku, dan mungkin lebih enak untuk diucapkan.
Tapi, sungguh aku tidak suka dengan nama itu! aku lebih suka dipanggil Ani karena keluarga ku memberikan aku nama bukan untuk disingkat, lagian selama ada nama panggilan yang lebih baik kenapa tidak menggunakannya?” dia diam, melihatnya reaksinya seperti itu semakin sukalah aku untuk menceramahinya.
“Islam sendiri sudah mengatur dan menjelaskan mengenai nama panggilan. Dalam Al Qur’an surat Al Hujurat (49):11 sudah dijelaskan, Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Cerpen : Panggil Aku Ani (Bagian Kedua)
Mungkin karena merasa digurui diapun bilang “bagaimana kalau aku bukan Islam, masih tidak bolehkah aku memanggil mu atau orang lain dengan nama panggilan sesuka ku hanya sekedar untuk bergurau? Bukankah ada toleransi untuk itu?”.
Aku mengernyitkan dahi, sejurus kemudian “Islam juga mengatur toleransi. Tapi, jika sudah menyangkut keimanan itu tidak dibenarkan! Tidak ada gurauan untuk itu… bukankah pada ayat itu ditekankan sesudah iman? Itu berarti kita yang sudah memiliki keimanan terhadap agama Islam, kita wajib mengingatkan mereka sesuai dengan keimanan kita dan seharusnya sebagai wujud toleransi mereka pasti mengerti itu juga. Kecuali jika kita seiman dengan mereka, aku rasa kita diampun tak apa. Tapi, setau ku tidak ada agama yang membenarkan memanggil nama orang dengan buruk? Sekalipun sebatas candaan?.”
Dia terlihat bingung menjawab pertanyaan ku, menyadari itu aku meminta maaf padanya karena sejujurnya akupun tidak punya hak dan dasar yang cukup untuk menceramahinya. Sebab aku pun manusia yang sama dengannya yang masih memiliki banyak kekurangan.
“aku meminta maaf kalau terdengar seperti sedang menceramahi mu, aku pergi dulu ya…”
Mendengarkan perkataan ku itu dia tersenyum hingga mencairkan suasana yang sempat menegang tadi. “ah, iya ga pa-pa… hati-hati di jalan” katanya.
Keesokan harinya dia memanggil ku dengan nama ku, Ani. Hingga akhirnya, aku menyimpulkan sudah seharusnya mungkin aku bersikap seperti itu sejak dulu. Tapi, jika demikian banyak sekali mereka yang harus aku ingatkan.
Tamat …
Cerpen ini ditulis oleh Siti Rohani kamu juga bisa menulis karyamu di belapendidikan, dibaca jutaan pengunjung, dan bisa menghasilkan jutaan rupiah setiap bulannya, Daftar Sekarang